Epilog Ramadan
Kisah 1
"Kita memang berbeda, Tapi bisa juga sama"
Bukber dan Tarling dengan kecamatan memang banyak
menghadirkan cerita menarik (meski saya dan kawan -kawan hanya ikut hadir sebagai perwakilan yayasan sampe sholat maghrib saja) apalagi yang hadir disitu berasal
dari latarbelakang yang berbeda-beda. Pasti akan banyak muncul hal-hal yang
mungkin sepele, tapi sangat berkesan bagi saya.
"Ustadz dari mana nih?" Tanya saya mencoba ramah
tamah kepada seseorang di samping saya yang bersongkok hitam, sarungan, baju koko dan jaket hitam.
"Saya perwakilan MUI" Sambil tersenyum dia jawab
pertanyaan saya, maklum, dia lebih tua daripada saya, jadi saya harus lebih
menghormati beliau.
Setelah ngobrol sana-sini, akhirnya sampai pada satu bahasan
menarik.
"Ustadz, klo di MUI itu ketuanya siapa? Tanya saya.
Kemudian beliau menunjuk satu orang yang hampir sama mirip
penampilannya dengan beliau, cuma dia berkumis.
" Oh itu ya" Jawab saya.
"Afwan mau nanya nih ustadz, kalau MUI punya kegiatan
turun ke lapangan untuk dakwah ga?" Lanjut saya makin penasaran bertanya
macam-macam. Sepertinya beliau belum faham sekali dg maksud pertanyaan saya,
jadi saya jelasin panjang lebar terkait kegiatan dakwah kelapangan untuk bagi2
brosur dakwah dan tempel banner dakwah di masyarakat.
"Oh...belum...belum ada" Jawabnya.
"Bolehlah ustadz kiranya saya dan kawan-kawan ngumpul
bareng ustadz dan kita kerjasama dalam hal ini." Jelas saya.
"Boleh-boleh, nanti kita tindak lanjuti" Jawab
beliau.
Setelah itu acara dimulai, sambutan2 dan ceramah singkat
dari seorang perwakilan MUI.
Setelah maghrib dan makan iftar, tiba-tiba si bapak tadi
mendekati saya.
"Mas bisa minta nomernya," Kata dia.
"Oh boleh pak," Jawab saya.
"Iya ini buat siap2 aja klo2 nanti jadwal bukbernya
dirubah atau pindah, saya bisa hubungi langsung ya." Kata beliau.
"Ok pak"
Saya tukeran nomer dengan beliau.
Saya simpen nomernya.
Jadi, saya banyak ngobrol dengan beliau tadi sebelum acara.
Banyak yang kita bicarakan, terutama terkait bagaimana kita bisa saling
kerjasama menjalankan dakwah.
Meski kita berdua tahu, ada beberapa perbedaan prinsip
antara cara pandang dan pilihan madzhab kita, tapi tentunya masih banyak hal yang kita bisa bersama saling membantu.
Contohnya, menjelang bulan puasa, kita
pasti minta ke pihak kecamatan untuk dibuatkan surat himbauan bagi rumah makan
agar tidak buka siang hari puasa. Disitu sudah pasti ada tanda tangan semua
unsur musypika kecamatan, termasuk MUI di dalamnya. Yang nanti kita sebar ke
semua rumah makan di sekitar kita.
Contoh lain, kita bisa ajak mereka ikut
sebar brosur dakwah. Ikut tempel mading dan banner dakwah.
Sebab kita ingin semua
muslim sadar, bahwa dakwah adalah kewajiban masing-masing dari kita, karena menjadi
shaleh saja itu tidak cukup, kita butuh banyak orang-orang yang muslih, yang
sholih pribadinya, juga memperbaiki serta mewarnai lingkungannya.
Contoh lain
lagi, setiap akhir tahun, kita kumpul dan sosialisasi dengan kecamatan untuk
menghimbau masyarakat agar tidak ikut-ikutan dalam merayakan tahun baru. Bahkan
pak camat sendiri yang bilang secara tegas, perayaan tahun baru itu bukan
budaya islam. Hanya karena masyarakat sudah terpengaruh budaya barat, mau tidak
mau demi keamanan kamtibmas maka konsolidasi semua elemen harus dilakukan.
Dari
pihak polsek juga, mereka bahkan mengadakan sweeping petasan2 menjelang tahun
baru.
Intinya tak ada satupun yang setuju dengan hal macam perayaan tahun baru,
bakar petasan hambur-hambur harta, dan begadang sampai lupa subuh hanya demi
menyaksikan pergantian tahun.
Ini beberapa contoh kebaikan yang kita semua
masih bisa tergabung dalam satu frekuensi. Yang saya yakin semua muslim yang
muslih akan memahaminya.
Dan kita memang tidak bisa satu pendapat dan pemikiran dalam
banyak hal. Mereka dengan dunia dan jamaahnya sendiri, saya juga memiliki
prinsip yang tidak mungkin akan saya langgar hanya demi persatuan.
Tapi, turun ke lapangan untuk berdakwah ke masyarakat, kita
sebenernya masih sangat bisa untuk berbagi tugas dengan semua. Untuk
mengingatkan masyarakat dari bahaya riba, mengajak mereka untuk sholat,
menjauhi perbuatan laknat dan zina, dan lain-lain.
Bolehlah kita berbeda. Tapi masih banyak persamaan kita, jika
kita mau melihatnya dengan hati jernih.
Bukan berarti ikut setuju dan membenarkan yang keliru, tapi
kita tetap teguh dalam prinsip, dan bersama jika tidak menyalahi prinsip yang
kita yakini benar adanya.
Dan anak bapak juga ternyata pakai niqab ya.
Dalam hal ini kita sepakat berarti bapak. Hehe
Sayangnya saya sudah bukan jomblo lagi.
#BUKBER & TARLING BERSAMA MUSYPIKA KECAMATAN
#BERBEDA YANG AKUR BERMARTABAT
#SALING ISI SALING MEMAHAMI
#RAMADAN 1440 H/ 2019 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar