Hidup di zaman yang serba teknologi
seperti sekarang sangat memudahkan segala urusan kita, bahkan setiap detik
hidup kita tak lepas dari yang namanya media sosial, dan dua sisi dari media
yang kita temui menuntut kita untuk mampu bersikap bijak dalam menggunakannya,
alih-alih bermanfaat justru malah berdampak negatif bagi kita.
Fenomena kemudian yang muncul adalah,
semakin mudahnya orang mengakses informasi semakin mudah pula informasi hoax
menyebar, sekali lagi kita dituntut untuk makin bijak saat ini. Berapa banyak
orang yang statusnya majhul/tidak jelas di media sosial menulis dan berpendapat
sekehendak hati bahkan sampai banyak pengikutnya yang setia menyebarkan
tulisan-tulisannya tanpa terlebih dulu memeriksa akan kebenaran dan dampak baik
buruknya jika disebarkan.
Banyak orang jahil yang merasa jumawa
di media sosial saat followernya makin banyak, sampai menyebut dirinya menjadi
sosok panutan, berbicara dengan dalil-dalil agama, membuat fatwa sendiri
tentang sebuah kejadian dan akan sangat bangga jika dipuji dan disanjung atas
apa yang ditulisnya.
Sekali lagi, inilah ironi yang kita
temui sekarang, dimana saat kondisi ukhuwah ummmat islam makin kurang baik,
justru muncul orang-orang jahil yang sengaja menyalakan bara diantara ummat, ia
bangga menjadi kompor pemanas ummat yang harusnya disikapi dengan banyak diam oleh
orang-orang awam seperti dia dan kita, jika saja orang-orang jahil tidak
terlalu banyak menyebarkan berita yang membuat perselisihan makin terlihat
jurangnya, dan menyerahkannya pada mereka yang sudah memiliki kapasitasnya,
tentu akan semakin mudah meredam bara di tengah ummat, Sayangnya mereka tak
kunjung sadar, karena seandainya orang-orang bodoh itu diam, niscaya kebodohan
itu tidak akan menyebar, karena seandainya orang bodoh yang jumawa di media
sosial karena banyaknya followers itu diam, dan tak ada yang mau ikut menshare
apa yang ditulisnya, tentu akan semakin mudah perselisihan dalam ummat ini
didinginkan.
Pertanyaannya, kenapa masih ada orang
jahil yang teriak-teriak di media sosial dan tak pernah merasa bahwa dirinya
masih dalam kejahilan? Jawabannya, karena hatinya dipenuhi dengan godaan pujian
dan sanjungan. Ia akan merasa bangga saat followernya menyanjungnya, akan
sangat bangga ketika banyak yang menshare dan like tulisannya, akan merasa
tinggi saat disebut-sebut dengan istilah tokoh terkenal, ia akan merasa bangga
karena merasa menjadi panutan banyak orang, Padahal Abu Ustman Said Bin
Alhaddad rahimahullah pernah berkata,”Tidak ada perkara yang memalingkan
seseorang dari allah kecuali gila pujian dan sanjungan.”
Dan sebagai Solusinya adalah, diam bagi yang
awam, dan tak harus ikut bicara mengenai berbagai macam hal yang hanya akan
memperkeruh keadaan, sebab ini adalah fitnah, fitnah haruslah kita jauhi bukan
didekati apalagi ikut menceburkan diri di dalamnya, sebagaimana doa Ibrahîm
At-Taimy rahimahullahu:
“Ya Allah, jagalah saya dengan agama dan sunnah
Nabi-Mu dari perselisihan dalam kebenaran, mengikuti hawa nafsu, jalan-jalan
kesesatan, dan kerancuan dalam segenap perkara, serta dari penyimpangan dan
perdebatan.” [Disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jâmi Bayân Al-‘Ilm no.
2333, Asy-Syâthiby dalam Al-I’tishâm 1/143 (Tahqîq Masyhûr Hasan)]
Lihatlah mereka yang selalu berusaha menghindari
fitnah wahai kamum muslimin, bukannya menambah kehancuran dari dalam dengan
membuat provokasi dan berbagai macamnya.
Perbanyaklah mengkaji ilmu agama, bukan mendebat sana
sini di media sosial dengan bermacam kalimat kosong tak punya makna.
@babameiza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar