LENTERA DI KELABUNYA JIWA 2 - Aljazary Qur'an I Berkhidmah Untuk Qur'an

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Kamis, 19 Juli 2018

LENTERA DI KELABUNYA JIWA 2





Mbah sumini telah mengeluarkan segenap kemampuannya sebagai seorang dukun bayi yang telah berpengalaman, mencoba mengatasi pendarahan yang dialami sumirah. Tapi nihil, Menjelang pagi hari kondisi sumirah makin mengkhawatirkan, pendarahannya tak berhenti, semua ajian yang mbah sumini punya sudah ia keluarkan, tapi usahanya sia-sia.

Menjelang subuh pak lurah sudah datang dengan L300nya bersama mas pur yang sedari jam tiga sudah menuju rumah pak lurah.

Sekitar jam lima sumirah dibawa ke kota menuju RS dengan kawalan mbah sumini dan suami tercinta, mbah dalem.

Karena kondisi sumirah yang telah banyak mengeluarkan darah dari sore kemarin, dan perjalanan yang tidak mudah karena jalanan masih gelap dan tak ada penerangan, mobil pak lurah tidak bisa lebih cepat dari 50 km/jam.

“pak cepet sedikit pak lurah, kasihan istri saya pak.....” mbah dalem mengeluh dengan kondisinya, kenapa kebahagiaannya harus tertunda? Kenapa tak ada satupun bidan yang ada di kampungnya?kenapa ....kenapa...dan, kenapa?

Tepat pukul tujuh pagi mereka sampai di jalanan kota, rumah sakit setengah jam lagi baru sampai. Terlihat mbah sumini dari tadi komat-kamit entah apa yang ia baca, kemudian berkali-kali ia usapkan pada wajah sumirah. 

Sumirah terlihat sangat tersiksa, kondisinya makin kritis, pendarahannya belum juga berhenti.....mbah dalem memeluk sumirah erat-erat, air mata tanda kepedihanya mulai menetes...hatinya mulai luluh saat merasakan sumirah makin lama semakin melemah....bahkan genggaman tangannya mulai terlepas dari tangannya....nafas sumirah mulai melemah....suara kesakitannya mulai jarang terdengar, dan denyut jantungnya juga mbah dalem rasakan semakin dalam tak terasa.....

“sum...sumirah...sum....bangun sum.....sum........bangun...rumah sakit sudah dekat, sebentar lagi sum....sebentar lagi kita sampai.....sum.......” mbah dalem memeluk sumirah erat-erat.....tangisnya pecah....air matanya mengalir deras, hatinya begitu hancur, perasaannya begitu tertindas....jiwanya begitu tergoncang.....sumirah pergi.....sumirah telah pergi....sumirah meninggalkan mbah dalem...Meninggalkan anaknya yang baru sehari lahir......mbah dalem baru semalam merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang ayah....tapi kini harus kembali merasakan pedih...betapa sakit dan sesaknya ditinggal kekasih hati yang telah begitu setia dan sabar menanti berpuluh tahun kedatangan buah hati.

“sum....siapa yang akan menyusui anak kita, siapa yang akan memandikan anak kita....sum...bangun sum....lebih baik aku yang pergi sum, jangan pergi sum...kasihan anak kita sum.......” kembali tangis mbah dalem pecah yang bertepatan dengan sampainya mobil ke depan rumah sakit....terlambat, sumirah telah pergi...dan meninggalkan berjuta perasaan sedih di hati mbah dalem.......sumirah....

***
Sejak saat itulah mbah dalem kembali hidup hanya berdua dengan anaknya, munawir kecil. Munawir disusui istri mas pur, mbak neng. Mbah dalem begitu bahagia saat melihat senyum munawir kecil, wajahnya begitu sempurna mewarisi kecantikan ibunya sumirah, sumirah adalah salah satu kembang desa di jatiwaru, entah mengapa sumirah bisa jatuh cinta dan mau menikah dengan mbah dalem padahal dia laki-laki biasa dengan status yang biasa sebagai buruh pada saat itu.

Tapi hari-hari mbah dalem terasa makin kering tanpa kehadiran belahan jiwanya, sumirah. Ia jadi banyak melamun dan merenung. Kehilangan orang tercinta memang begitu berat bagi jiwa, seakan lebih baik ia yang pergi jika harus ditinggal sang pujaan hati, sebab rasanya begitu sesak dan menyakitkan hati. Cinta dan masa telah menyatukan mereka, tak peduli apa yang ia rasa sekarang, asalkan cinta masih menyatukan mereka, sengsara berduapun terasa begitu indah bagi para pecandu madu cinta.

Mbah dalem mulai tertutup. Bahkan ia mulai tak semangat dalam bekerja. Ia serahkan semua pengurusan munawir pada neng, adiknya. Mbah dalem mulai jarang terlihat di rumahnya, pergi tanpa pamit berhari-hari dan pulang tanpa ada sepatah katapun yang menghiasi.

“mas....munawir demam mas, harus dibawa ke dokter.” Ujar neng yang khawatir dengan munawir yang semalaman demam dan tak turun-turun.
“gak ada uang neng....udah diminumin jamu dulu saja neng.”

Mbah dalem cenderung mulai acuh tak acuh dengan munawir, ia bahkan langsung pergi begitu saja tanpa pamit setelah sebelumnya nyruput kopi milik mas pur di meja dapur.
Sudah Seminggu mbah dalem gak ada kabar dan gak pulang-pulang. Mas pur dan neng mulai gusar. Jangan-jangan mbah dalem kenapa-napa. Kemana dia mbah dalem. Tak ada satu orangpun tetangganya yang tau batang hidung mbah dalem.

“mas dalem pulang mas......” neng yang langsung menuju ke kamar berusaha memberitahu mas pur yang sedang menina boboin munawir di atas kasur.
Mas pur langsung menuju ruang depan dan ternyata mbah dalem sudah terlentang di dipan butut milik keluarga pur itu.

“dari mana saja kang, gak ada kabar gak ada info...apa gak khawatir sama munawir kang?”

Mbah dalem asik dengan istirahatnya, ia pura-pura telah tertidur dan tak menghiraukan mas pur. Mas pur yang dicuekin langsung meninggalkan mbah dalem tanpa kata dan tanpa jawaban pasti tentang apa yang dilakukannya selama seminggu itu.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

                     PEMUDA ZAMAN NOW ITU BEGINI
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

***
“haaa......haahahaha.......haa.......grebeg...grubekk..grebek.....”
Tengah malam suara gaduh membangunkan mas pur dan neng, ternyata suara itu dari kamar mbah dalem.
“ada apa mas, mas dalem teriak teriak.....kesurupan mas.” Neng nyeplos sekenanya.
“hus....jangan sembarangan neng, nglindur kali, coba kita lihat cepet...”
Dua insan itu mengendap-endap menuju pintu kamar mbah dalem....mbah dalem diam sejenek....lagi-lagi tertawa terbahak-bahak sendiri...mas pur dan neng makin heran dibuatnya. Kenapa dan ada apa dengan mas dalem? Gumam mas pur.
Tok.....tok...tok......mas pur memberanikan diri mengetuk pintu kamar mbah dalem.
“ono opo mas? Mas ?” (ada apa mas, mas?)

Mbah dalem diam lagi.....setelah sekitar lima menit hening tanpa suara...tiba-tiba pintu kamar dibuka.

“hahahaha...hahaha........” mbah dalem malah ketawa di depan pur dan neng.
“pie mas....kok ketawa-ketawa ngono?” mas pur heran, mbah dalem malah makin keras ketawa.
“saya berhasil...haha....berhasil pur....berhasil.....hahaha” pur makin bingung, apanya yang berhasil, ini orang nglindur atau kesurupan? Tapi masih ingat nama pur dan neng, ah berarti mbah dalem nggak kesurupan.
“opone sing berhasil mas?” tanya pur.
“sekarang saya sakti pur......gak kalah sama mbah noro kampung gegerkalong.....hahahaha.....”

Ternyata selama seminggu itu mbah dalem minggat ke sebuah padepokan kramat, dan bertemu dengan orang-orang  yang dianggap sakti. Ia belajar bermacam ilmu-ilmu hitam. Sampai melakukan bermacam ritual yang penuh kesyirikan. Puncaknya adalah malam ini....pertapa bilang kepada mbah dalem, kalau malam itu ia akan didatangi dalam mimpimnya sesosok yang akan memberi  ilham dan kekuatan. Ternyata benar, syaitan memanfaatkannya, mbah dalem benar-benar merasa dirinya telah sakti. Maka mulai malam itulah ia didaulat oleh dirinya sendiri menjadi Mbah dalem daeng sumangka. Dukun sakti dari kampung jatiwaru, yang tak kalah sakti dengan mbah noro dukun kampung geger kalong.

***
Sejak saat itulah, mbah dalem mulai buka praktek di rumahnya. Mulanya hanya orang-orang kampung yang minta air suwuk dan rapalan macam-macam untuk berbagai macam masalah, lama kelamaan namanya naik daun dan keluar kampung hingga terkenal seantero daerah.

Sejak saat itu, perhatiannya pada munawir sama sekali tak ada. Mbah dalem sibuk sekali dengan agenda perdukunannya. Diundang sana sini untuk berbagai acara syirik. Sejalan dengan itu, keuangan mbah dalem makin membaik bahkan mampu menyaingi pak lurah. Mbah dalem mulai membangun kehidupannya, ia beli tanah di mana-mana, dan rumah reotnya dulu kini telah di bangun tak kalah megah dan modern dengan rumah pak lurah. Hanya mbah dalem gak punya mobil, selain gak bisa nyetir dia juga lebih suka diantar sugeng ke mana-mana, tukang ojek dikampungnya.

Rumah itu kini telah dijual oleh munawir, tanah mbah dalem yang tersebar di mana-mana munawir serahkan pengurusannya kepada mas pur,sebagian ia wakafkan untuk jadi lahan pendidikan ataupun masjid/mushola, sedangkan semua hasil sisa sawahnya mas pur yang urus, sedikitpun munawir tak pernah meminta, padahal mas pur selalu menawarkannya dan berkali-kali munawir menolak. “nggak lah....gak mau saya makan dari tanah hasil perdukunan.”  Munawir selalu menjawabnya seperti itu. Munawir telah mandiri di bandung, ia tak mau lagi menerima apapun hasil dari usaha yang berhubungan dengan mbah dalem, orang yang tak pernah menganggapnya sejak kecil, padahal kehadiran munawir telah diimpikannya sejak lama, tapi saaat munawir lahir, ia justru menyia-nyiakannya.

***
@baba meiza di Cianjur kota santri, 09:13/Jumat, 09 Oktober 2015






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman