NAFIDATULILMI_ Siapa yang tak pernah berkhayal untuk hidup serba mewah/
serba kecukupan? Serba ada dengan fasilitas yang lengkap dan kemewahan yang
lainnya?
Tentu masing-masing kita pernah berharap hal tersebut. Tapi tidak
semua demikian.
Kita mungkin akan sangat sulit menemukan orang-orang yang tak
terpikat dengan keindahan dan kemewahan dunia ini di zaman ini, tapi masih ada
dan bahkan banyak orang-orang di akhir zaman ini yang memang tak sedikitpun
tergiur dengan gemerlapnya dunia ini.
Dan sebaliknya, jika kita lihat kembali sejarah orang-orang
shaleh di zaman dulu, maka akan sangat banyak kita jumpai kisah-kisah zuhudnya
orang-orang dahulu dengan dunia ini. Mereka tak tergiur sedikitpun dengan dunia
ini, tak sedikitpun dilalaikan oleh kemewahan dunia ini, bahkan dunia ini tak
ada apa-apanya bagi mereka.
Sebut saja satu kisah tentang seorang a’raby atau arab badui
di zaman Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik, ketika khalifah sedang shalat di
depan ka’bah, berdiri disampingnya sorang a'raby. Kemudian setelah selesai dari
shalat beliau bertanya kepadanya: “apakah engkau memiliki hajat yang bisa aku
penuhi?” kemudian arab badui ini
menjawabnya,”saya malu dengan Allah, bagaimana mungkin sekarang saya sedang
berada di rumahnya (ka’bah) kemudian saya meminta kepada selain-Nya?”
Sesaat kemudian a'raby tersebut keluar dari Masjidil Haram dan sang
khalifah masih membuntutinya dari belakang, ia kemudian bertanya lagi, “sekarang
kita sudah di luar baitullah, apakah kamu punya hajat yang bisa saya penuhi? ” apa jawab araby
tersebut???
Kemudian a'raby tersebut menjawab dengan penuh hikmah
pertanyaan sang khalifah,”hajat duniawi yang anda maksud atau perkara akhirat?”
Sang khalifah menjawab”tentu hajat duniawi”
Kemudian a'raby itupun menjawabnya lagi,”sungguh, saya sama
sekali tidak pernah meminta hal-hal duniawi kepada yang memilikinya (Allah),
lalu bagaimana mungkin saya akan memintanya kepada selain-Nya?”
Lihat bagaimana zuhudnya orang-orang shaleh zaman itu,
ketika seorang a'raby saja sudah sangat zuhud dengan dunia ini, lalu bagaimana
dengan para alim ulama mereka di zaman itu?
Sudah pasti kita akan sangat terharu ketika
mendengarkisah-kisah mereka.
Namun, ternyata di zaman sekarang ini juga masih banyak
orang-orang yang sangat zuhud dengan dunia ini, seorang yang hidupnya hanya
fokus dengan bagaimana saya harus lebih banyak beribadah esok hari dan harus
lebih baik dari hari ini? Bukan seperti kita yang hanya memikirkan bagaimana
besok saya bisa lebih baik lagi dalam masalah duniawi?
----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
Tersebutlah seorang syaikh dari negeri yaman, yang dari raut
wajahnya saja sudah kita dapati ketenangan mengalir dari bersih hatinya,
ilmunya tentang agama ini begitu luas dan hafalannya dengan hadits-hadits
nabawy seakan sudah tercatat kuat di memorinya. Ia melafalkan hadits seperti
kita berbicara sehari-hari, kalimat yang keluar dari lisannya tak ada satupun
yang menyakiti telinga apalagi hati saudaranya, jika ia hadir di tengah majelis,
maka ketenangan yang dirasakan orang-orang di sekitarnya, jika ia berdiri untuk
membacakan satu hadits nabawy, maka berpuluh-puluh faedah yang sangat
bermanfaat akan kita dapatkan.
Sangat senang sekali saat suatu hari bisa hidup bertetangga
dengan beliau, apalagi yang pernah menjadi murid dan duduk satu majelis dengan
beliau.
Ia sama sekali tak pernah membahas hal-hal duniawy,
bahkan saat itu beliau diminta untuk berlatih sepeda motor agar tak dijemput
setiap hari ke tempat mengajarnya, beliau urungkan niatnya dan lebih memilih
untuk jalan kaki jika tak ada yang menjemputnya untuk datang ke tempat
mengajarnya.
Satu lagi, ia adalah orang yang sangat mudah bersyukur,
bagaimanapun dan dimanapun ia tinggal, ia akan sangat mudah untuk beradaptasi,
contohnya soal makanan, kebanyakan pendatang dari luar negeri terutama negeri
arab tidak mudah beradaptasi dengan makanan nusantara, bahkan meski sudah
tinggal lama di indonesia, mereka akan mencari makanan yang sesuai dengan apa
yang biasa dimakan di negerinya.
Tapi bagi beliau, saat dulu kita datang ke rumahnya, dijamu
dengan minuman yang manis dan dingin disaat cuaca sedang panas, kemudian beliau
keluarkan makanan dari dapurnya dan ikut makan bersama kita, lauknya adalah
sayur jamur dan tempe, beliau makan sebgaimana klita makan, dan ketika ditanya,
syaikh kenapa makan makanan indonesia? Apa jawab beliau? Beliau jawab,”apa yang
ada dan sudah disiapkan akan saya makan” sambil tersenyum penuh ketenangan.
Sebenarnya masih
banyak cerita tentang beliau ini, jika kita tulis semua disini rasanya akan
butuh waktu panjang, dan satu hal yang menjadi tema penting pembahasan kali ini
adalah bagaimana kita harusnya lebih banyak bersyukur dengan keadaan kita
sekarang, dengan kondisi yang tentunya tidak semua orang bisa seperti kita
sekarang, dan juga sikap kita terhadap dunia ini, jangan sampai hidup kita di
dunia ini hanya untuk mencari kesenangan dan menikmatinya semata, tanpa
memikirkan bagaimana nanti setelah kita pergi meninggalkan dunia ini, sebab
dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau semata, semua yang ada akhirnya akan
musnah, jika kita tidak memanfaatkannya untuk kebaikan dan amal shaleh, maka
hanya kerugian dan penyesalanlah yang akan kita jumpai di akhirat nanti.
Dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan taufik
dan hidayah-Nya, serta menjauhkan kita dari segala macam fitnah duniawi. Aamiin.
@Abu Usaamah Abdul Aziz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar