FENOMENA GERHANA BULAN DAN SIKAP KITA SEBAGAI SEORANG MUSLIM - Aljazary Qur'an I Berkhidmah Untuk Qur'an

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 22 Januari 2018

FENOMENA GERHANA BULAN DAN SIKAP KITA SEBAGAI SEORANG MUSLIM


Indonesia menjadi salah satu lokasi terbaik untuk mengamati peristiwa yang satu ini. Mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, semua masyarakat Indonesia berkesempatan untuk melihat peristiwa langka yang terjadi pada satu-satunya satelit alami milik Bumi kita ini.

Pada 31 Januari 2018 mendatang, peristiwa gerhana Bulan total ini akan kembali terjadi di langit negeri kita, peristiwa yang jarang terjadi ini  tak jarang membuat banyak orang sengaja menunggunya demi mendapatkan moment terbaik saat terjadi gerhana bulan tersebut.





lantas bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim saat terjadi gerhana?


Bagi seorang muslim yang menyaksikan gerhana matahari/bulan secara langsung maka hukumnya adalah wajib bagi dia untuk melaksanakan shalat gerhana, ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam;

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat. (HR. Bukhari no. 1047)

Karena dari hadits-hadits yang menceritakan mengenai shalat gerhana mengandung kata perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, shalatlah: kalimat ini mengandung perintah). Padahal menurut kaedah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib. Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih oleh Asy Syaukani, Shidiq Hasan Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.

KAPAN WAKTU PELAKSANAAN SHALAT GERHANA?

Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana tersebut hilang.

Dari Al Mughirah bin Syu’bah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir). (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904)

HAL-HAL YANG DIANJURKAN KETIKA TERJADI GERHANA

Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.

Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid.

Lalu apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat gerhana? Perhatikan penjelasan menarik berikut,

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا

”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”.


Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusyu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” (Syarhul Mumthi’, 2/430)

Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria di masjid

Keempat
: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu jaami’ah’ dan tidak ada adzan maupun iqomah.

Kelima
: berkhutbah setelah shalat gerhana


TATA CARA SHALAT GERHANA

Tata cara shalat gerhana -sama seperti shalat biasa dan bacaannya pun sama-, urutannya sebagai berikut.

[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan
.

[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.

[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:
  
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)

[4] Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.

[5] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’

[6] Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.

[8] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).

[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.

[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

[11] Tasyahud.

[12] Salam.

[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438)

Dan ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwa peristiwa gerhana ini sudah seharusnya membuat kita semakin takut dan khawatir akan datangnya hari kiamat, bukan malah membuat acara dan bersuka ria, foto-foto untuk membuat kenangan dan lain sebagainya. Perhatikan sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam berikut:

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.”
(HR. Muslim no. 912)

Allahumaghfir Dzunuubana…Aamiin


babameiza
sumber:   astonomy.org
      rumaysho.com











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman